Efek (Jera) Hukuman Mati
Delapan
dari sembilan terpidana mati Balinine telah diekskusi di Nusakambangan pada 29
April 2015. Delapan terpidana yang sudah dieksekusi yaitu: WN Australia Andrew
Chan, WN Australia Myuran Sukumaran, WN Nigeria Martin Anderson, WN Nigeria
Raheem Agbaje, WN Brazil Rodrigo Gularte, WN Nigeria Sylvester Obiekwe Nwolise,
WN Nigeria Okwudili Oyatanze, dan WN Indonesia Zainal Abidin.
Di
sisi lain, ada satu nama dari Sembilan terpidana mati yang masih ditunda
pengekskusiannya. Marry Jane warga Negara Philipina ini masih ditunda untuk
diekskusi mati dengan alasannya adanya permintaan dari Presiden Filipina
Beniqno Aquino kepada Presiden Joko Widodo, terkaitan Marry Jane adalah salah
satu korban dari sindikat narkoba internasional.
Pertanyaan
yang kemudian muncul yakni, benarkah ekskusi mati dapat memberi efek jera pada
pelaku dan atau pengedar narkoba yang masih dengan bangganya membusungkan dada
di luar sana? Pertanyaan ini sungguh menggelitik karena banyak gagasan yang
akan bertarung nantinya.
Bagi
pemerintah Indonesia ekskusi mati adalah harga mati, mungkin hal itu menggambarkan
betapa pentingnya kedaulatan hukum Negara yang bernama Indonesia ini. Hal tersebut
juga mengandaikan bahwa Negara Indonsia tidak dengan mudah dapat diintervensi
oleh Negara-negara lain. Negara yang telah berkomitmen untuk memerangi narkoba,
yang digambarkan dengan pernyataan Indonesia dalam kondisi darurat narkoba ini,
maka dapat dikatan satu langkah yang patut diapresiasi terhadap pemerintahan
saat ini, yakni berani merealisasikan hukum yang berlaku. Walaupun tidak dapat
dipungkiri banyak Negara-negara lain yang tidak suka dengan sangsi yang
berlakukan di Negara ini.
Kembali
pembahasan hukuman mati sebagai salah satu hukum yang diberlakukan di Indonesia
untuk memberikan efek jera dan juga sabagai sangsi bagi individu yang terlibat
kejahatan berat. Maka yang harus diperhatikan yakni pada efek jera itu sendiri.
Dalam hal ini maka harus ada beberapa tahapan yang seharusnya tidak boleh ada
satu pun yang dilewatkan, dengan tujuan untuk memunculkan efek jera yang
dimaksud. Sehingga orang lain akan berfikir seribu kali untuk melakukakn
kejahatan atau tindakan yang merugikan orang lain dikemudian hari.
Pertama,
yakni pada kontek hukuman mati itu sendiri. Dari beberapa hukuman paling berat
yang diberlakukan di Negara ini, dapat dikatakan hukuman mati merupakan puncak
terberat dari sangsi yang ada. Kedua, proses
ekskusi. Dari rentang waktu yang ada, baik dimulai dari penyidikan sampai pada
ekskusi pada individu yang bersangkutan tidak boleh terlalu lama. Ketiga, keajekan atau konsisten dalam
putusan hukum itu sendiri.
Ketiga
kriteria di atas seharusnya menjadi acuan untuk memuncul efek jera. Jika salah
satu dari kriteria di atas masih ada yang belum dipenuhi, dapat dipastikan efek
jera yang dimaksud dari pemeberian sangsi denga seberat-beratnya seakan
tertunda dan bahkan sangat minim. Karena tidak jarang pemberian sangsa yang
berat tidak dapat memuncul efek jera, baik pada si pelaku dan lebih-lebih pada
orang lain yang tidak berkaitan dengan kasus tertentu. Sehingga pemberian
sangsi berat tersbut seakan tampil sebagai ritual belaka dari hukum yang
berlaku, tampa bermuatan efek jera yang sebenarnya menjadi tujuan dari
pelaksanaan hukum itu sendiri.
Tiga
kriteria yang meliputi hukum yang berat, proses hukum dan keajekan atau
konsistensi dari putusan tadi, seharusnya menjadi acuan dari pelaksanaan hukum
kedepan. Karena tidak dapat disangkal bahwa Indonesia sudah beberapa kali
melaksanakan hukum mati, dan masih saja kasus-kasus serupa, seperti pengedar
narkoba dan teroris bermunculan layaknya jamur di musim penghujan. Tidak ada
salahnya dikemudian hari pelaksanaan hukum yang berat tidak hanya sekedar
ritual yang harus dilakukan, namun pada dasarnya yakni untuk memberikan efek
jera itu sendiri.
Sehingga
di kemudian hari tiga kriteria di atas tadi benar-benar diperhatikan dan
menjadikan hukum di Negara ini semakin baik.
Komentar
Posting Komentar