Rakyat penentu arah bangsa

“IA selalu melihat output. Ia lebih mementingkan siapa yang memenangkan pemilihan, bukan bagaimana pemilihan berlangsung, siapa yang diuntungkan, bukan bagaimana hukum harus berjalan.” (Gabriel A. Almound dan Sidney Verba dalam bukunya “Budaya Politik”).
Sindiran di atas tentunya tidak ditujukan pada partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi. Melainkan tertuju pada rakyat sebagai pemegang kekuasaan. Rakyat menjadi penentu terhadap jalannya demokrasi dan arah bangsa. Pemilu sekali lagi tidak harus menjadi hajatan yang sifatnya ritual belaka. Melainkan harus dimaknai sebagai prosedur untuk menuju perbaikan tatanan negara pada tingkat yang lebih baik. Samuel P Huntington mengatakan konsolidasi demokrasi akan tercapai ketika pemilihan umum sudah dilaksanakan selama dua periode. Akan tetapi menurut hemat penulis juga memerlukan syarat-syarat yang sifatnya tidak hanya pada aspek prosedural semata. Melainkan perlu dukungan dan partispasi penuh dari rakyat atau sebut saja modal sosial. Misalkan modal sosial ini berupa melaporkan adanya kecurangan seperti individu yang memberikan suaranya lebih dari satu kali atau sederet pelanggaran yang dilakukan parpol sebelum dan ketika kampanye terbuka berlangsung. Modal sosial ini tidak datang dengan sendirinya. Melainkan lahir dari kesukarelaan, kesadaran, dan kecintaan terhadap tanah air. Pemilu 2014 tinggal menghitung jari (9 april 2014). Inilah momentum rakyat untuk memberikan suaranya pada saat pemilihan berlangsung. Dua sisi tak terpisah Jika mengaca pada negara yang tingkat demokrasinya sudah mapan. Parpol dan konstituen sama-sama memberi perhatian lebih pada program kerja partai. Karena program kerja menggambarkan karakter parpol yang bersangkutan. Akan tetapi soal sosok yang akan memimpin bukan malah tidak penting. Namun harus dititikberatkan pada gagasan yang dimillikinya. Melihat sosok tidaklah hanya terbatas pada populeritas yang melekat pada dirinya. Di sisi lain juga harus memperhatikan gagasan-gagasan dari si sosok tadi. Sebab gagasan akan bertautan dengan visi, misi dan program kerja ketika terpilih. Sehingga partispasi tidak hanya dalam ruang lingkup memberikan suara. Namun dapat ditarik pada seberapa banyak pengetahuan rakyat terhadap program kerja parpol yang berkontestasi pada Pemilu 2014. Selain itu juga harus melek pada perjalanan hidup (track record) dari seorang kandidat. Dua hal ini dianggap penting oleh penulis karena antara program kerja parpol dan sosok yang akan memimpin saling berkelindan tidak terpisahkan. Dengan mengetahui program kerja parpol rakyat dapat mengevaluasi sikap partai selama lima tahun sebelumnya. Atau sebaliknya dapat mempunyai gambaran perilaku parpol yang bersangkutan selama satu periode ke depan. Banyak pilihan alternatif. Mencermati program kerja dari masing-masing parpol dapat dengan mudah mengira-ngira program kerja parpol A, B atau C yang lebih berpihak pada rakyak dan masuk akal untuk direalisasikan nantinya. Jika program kerja parpol diibaratkan blue print atau model kapal yang akan membawa Indonesia mengarungi samudera. Maka sosok atau individu tadi merupakan nahkoda dan penentu arah kapal kemana akan berlayar. Selain melihat dari integritas dan kemampuan (gagasan) yang dimiliki seorang kandidat. Juga penting sekiranya melihat dari rekam jejak perjalanan hidupnya atau track record individu yang bersangkutan. Momentum ini milik rakyat sepenuhnya. Pemilu 2014 seakan menjadi penentu dan kontrak kita terhadap negara bangsa selam lima tahun ke depan. Setidaknya dengan mempertimbangkan dua hal di atas dapat meraba-raba kemana gerangan (Indonesia) akan berlabuh nantinya. Masih banyak lagi sederet daftar modal sosial yang dapat dilakukan oleh rakyat selama kampanye terbuka pileg maupun pilpres. Namun terlepas dari itu semua. Sebagai warga negara yang arif dan mempunyai orientasi untuk berperan aktif dalam membangun bangsa ke tatanan yang lebih baik. Sudah saatnya rakyat memenuhi panggilan ibu pertiwi untuk memilih dan memberikan suaranya.

Komentar

Postingan Populer